Berawal dari pertemuannya dengan seorang sufi, Maulana Syaikh Hisham Kabbani di Amerika Serikat, pada 2002 lalu, Arief Hamdani meniti jalan dakwah lewat tarian sufi.
Baginya, tarian ini bukan sekedar bergerak memutar saja, melainkan gerakan menuju jalan cinta kepada Tuhan. Tidak akan terasa pusing karena dilakukan secara ikhlas sambil terus berdzikir dan bershalawat nabi.
"Waktu pertama ketemu saya tadinya tidak tahu, lalu langsung disuruh menari. Tahunya langsung bisa dan baru kali itu saya merasa jatuh cinta," kata Arief kepada detikHot, Senin (22/7/2013).
Tak tanggung-tanggung, pria yang berprofesi sebagai arsitek ini bahkan rela menjual sebagian rumahnya untuk dibelanjakan di jalan Allah. Misalnya, dengan mendirikan Zawiyah Pondok Rumi dan Sufi Center di bilangan Pondok Jaya, Mampang, Jakarta Selatan.
"Saya menemukan jalan dakwah di tarian sufi ini. Membeli akhirat dengan harta dunia," ujarnya.
Dia bercerita, perjalanannya mengalir begitu saja bak aliran air sungai. Dari sekedar mengajak pengamen dan anak jalanan, kini ia sudah memiliki sekitar 30 murid penari sufi.
Mereka berlatih bersama melantunkan dzikir dan shalawat, hingga bisa beraksi sampai pentas internasional. Sejumlah penghargaan berhasil diraih. Namun, Arief enggan mempublikasikan.
"Dalam tasawuf, kita tidak mengejar penghargaan didunia ini. Jadi, lebih baik tidak disebut penghargaan tersebut karena akan menyenangkan ego kita," ujarnya.
Ayah satu putri ini mengungkapkan, seluruh biaya kostum dan operasional lain berasal dari koceknya sendiri. Terkadang, urun rembuk bersama kolega sesama pecinta sufi yang memiliki harta lebih.
Awalnya, Arief membeli langsung kostum penari sufi di Istanbul, Turki. Untuk satu topi sikke harganya sekitar Rp 2 juta. Sedangkan untuk jubah dan baju bisa memakan biaya antara Rp 4 sampai Rp 5 juta.
"Akhirnya, saya inisiatif bikin sendiri di Indonesia. Alhamdulillah masih lebih murah. Sikke bisa Rp 200 ribuan, baju disini Rp 1,5 jutaan. Desainnya mengikuti dari yang saya beli di Turki," katanya.
Selama 11 tahun berkecimpung dalam dunia sufistik, pria berusia 50 tahun itu tidak mematok tarif terlalu tinggi. Uang tersebut bukan digunakan untuk keperluan pribadi, melainkan sebagai uang jajan anak-anak yatim dan dhuafa yang menjadi muridnya.
"Kalau manggung di depan panti asuhan atau anak yatim, kami free. Benar-benar menghibur saja. Tapi, kalau pengundangnya mal atau hotel atau orang kaya, ya tarif wajar saja. Tak jarang terserah event organizer-nya," ujar Arief.
Dia enggan menyebut secara detail total pendapatan dari menari sufi. Namun, untuk satu anak murid bisa mendapatkan penghasilan sampai Rp 500 ribu. Adapun Arief saat ini masih berprofesi sebagai arsitek dan mendirikan perusahaan sendiri.
"Niatnya bukan untuk mencari dunia, murni untuk Allah, karena cinta dan rindu padaNya. Setiap hasil manggung dibagi buat anak-anak, buat mereka jajan es krim misalnya. Buat membantu orangtuanya juga. Sebagian buat zawiyah," katanya.
Bulan Ramadan pun membawa berkah tersendiri karena setiap hari selalu ada saja permintaan mengisi acara. Entah itu di mal, hotel, maupun rumah konglomerat. (http://hot.detik.com)
Post a Comment Disqus Facebook