Maulana Jalaluddin Rumi
Rumi berkata: Siapa nama anak muda itu?
Seseorang menjawab: “Syaifuddin (Pedang Agama)”.
Rumi berkata: Tak seorang pun menilai sebuah pedang sedangkan la masih berada di dalam sarungnya. Sesungguhnya, Pedang Agama adalah seseorang yang mempertahankan sang jalan, mempersembahkan kerja keras mereka sepenuhnya kepada Allah, yang mengungkap kebenaran dari kesalahan dan membedakan yang hak dari yang batil. Tetapi terlebih dahulu mereka mengoreksi diri dan memperbaiki sifat mereka sendiri: “Mulailah dari dirimu sendiri,” kata Nabi.
Jadi mereka mengarahkan seluruh kedisiplinan mereka kepada diri sendiri, seraya berkata, “Pada akhirnya, aku juga seorang manusia. Aku memiliki tangan dan kaki, telinga dan pemahaman, mata dan mulut. Para nabi dan wali yang mencapai ridha Allah dan, mencapai tujuan mereka-mereka adalah manusia seperti diriku dengan akal, lidah, tangan dan kaki. Mengapa mereka ditunjukkan ke jalan itu? Mengapa pintu ini yang terbuka bagi mereka, tertutup untukku?” Orang semacam itu mengoreksi diri siang malam, dan berjuang, seraya berkata, “Apa yang aku lakukan, sehingga aku tidak diterima?” Mereka terus mencari sampai mereka menjadi Pedang Allah dan Lidah Kebenaran.
Misalnya, sepuluh orang memasuki sebuah rumah. Sembilan menemukan jalan itu, tetapi yang satu tetap berada di luar dan tidak diizinkan masuk. Tentu saja orang ini menengok batinnya dan meratap, seraya berkata, “Apa yang telah aku lakukan sehingga aku tetap berada di luar? Sikap-sikap apa yang membuatku bersalah?” Orang itu menghubungkan kesalahan itu kepada dirinya sendiri dan mengakui kesalahan dan keburukan sikap mereka. Mereka tidak akan pernah berkata, “Allah telah melakukannya kepadaku, apa yang bisa aku lakukan? Atas kehendak Allah-lah ini terjadi. Jika Allah memang menghendakinya, tentu saja aku akan ditunjukkan ke jalan itu.” Kata-kata semacam itu sangat menyelewengkan Allah dan menghunuskan pedang melawan Allah. Orang semacam itu akan menjadi Pedang Melawan Allah dan bukan Pedang Allah.
Allah berada jauh dari memiliki keluarga dan kawan. “Dia tidak pernah lupa, dan belum pernah dilupakan,” kata al-Qur’an. Kamu tidak dapat mengatakan bahwa mereka yang telah menemukan jalan menuju Allah lebih menjadi sanak Allah, lebih kawan-Nya ataupun lebih erat berhubungan dengan-Nya. Tak seorang pun pernah berdekatan dengan Allah kecuali dari bawah.
Allah sangat berkecukupan, Kamulah orang-orang yang membutuhkan.
Berdekatan dengan Allah tidak pernah dicapai, kecuali melalui pengabdian dan kepasrahan. Dia adalah Maha Pemberi. Dia memenuhi baju lautan dengan batu-batu mulia, Dia membungkus onak dalam hiasan mawar, Dia memberkati kehidupan dan ruh di atas segenggam debu, segalanya tanpa pendahulu, semua tanpa pembedaan. Seluruh dunia menerima bagian mereka dari-Nya.
Ketika orang-orang mendengar tentang seorang yang dermawan yang membagi-bagi hadiah dan pertolongan yang sangat berharga, umumnya mereka ingin berkunjung kepada seorang pemberi harta semacam itu, dengan harapan akan menerima satu bagian dari pemberian itu. Karena Keagungan Allah begitu terkenal di seluruh dunia, mengapa tidak kamu memohon saja kepadaNya? Mengapa tidak kamu meminta kepada-Nya jubah kehormatan, atau hadiah yang mewah? Malah, kamu duduk dengan jumud sambil berkata, “Jika memang Dia menginginkannya, Dia bisa memberikannya kepadaku.” Jadi, kamu tidak pernah meminta apa pun kepada-Nya.
Seekor anjing, tanpa akal atau pemahaman, ketika lapar, datang kepadamu dan mengibaskan ekornya seolah-olah hendak berkata, “Beri aku makanan. Aku lapar pada makanan yang kamu punyai. Tolong beri aku sedikit saja.” Seekor anjing tahu itu... Apakah kamu lebih bodoh dari anjing? Anjing tidak puas untuk tidur malas-malasan dan berkata, “Jika dia mau, dia akan memberikan makanan itu kepadaku,” tetapi memohon dan mengibaskan ekornya. Jadi, hendaknya kamu mengibaskan ekormu dan memohon kepada Allah, karena di hadapan Sang Pemberi itu, memohon adalah ungkapan hasrat yang mengagumkan. Jika kamu kekurangan harta, mintalah kepada Dzat Yang tidak kikir, dan penjaga kekayaan yang besar.
Allah selalu dekat denganmu. Setiap pikiran dan gagasan yang kamu pahami, di situ ada Allah - karena Allah memberi wujud kepada gagasan dan pikiran itu. Tetapi Allah begitu dekat sehingga kamu tidak bisa melihat-Nya. Apa yang aneh? Dalam setiap perbuatan yang kamu lakukan, akal membimbingmu dan mengawali tindakanmu, tetapi kamu tidak melihat akalmu. Kamu melihat efeknya, tetapi kamu tidak bisa melihat esensinya. Misalnya orang pergi mandi. Kemana pun mereka pergi di dalam bak mandi, mereka merasakan panasnya api, meskipun mereka tidak melihat api itu. Ketika mereka meninggalkan bak itu, maka mereka melihat api dan nyalanya yang sesungguhnya. Dari sini, mereka mengetahui bahwa panas bak mandi berasal dari sebuah api.
Manusia juga merupakan sebuah bak raksasa, dan di dalam dirinya bersemayam panas akal, ruh dan keakuan yang rendah. Tetapi ketika kamu meninggalkan bak ini dan memasuki dunia yang lain, kamu melihat esensi-esensi yang sesungguhnya. Maka kamu mengetahui bahwa kecerdasan berasal dari pancaran akal, bahwa penyimpangan dan pretensi memancar dari keakuan yang rendah, dan denyut kehidupan itu sendiri adalah hasil dari ruh. Kamu dapat dengan jelas melihat esensi-esensi ketiganya, tetapi sepanjang kamu berada di dalam bak, ketiga esensi itu tak terlihat. Kamu hanya dapat mengalami efeknya.
Ketika kita berada di Samarkand, Khwarizmsyah bergegas menuju Samarkand dan mengadakan penyerangan bersama balatentaranya. Tidak jauh dari kita hiduplah seorang gadis yang sangat cantik, begitu cantiknya sehingga tak seorang pun dapat menyamainya di seluruh penjuru kota. Aku mendengarnya berkata, “Oh Tuhan, aku tahu Engkau tidak pernah mengizinkanku jatuh ke tangan para pembuat dosa. Aku tahu Engkau tidak pernah mengizinkan itu. Aku pasrah kepada-Mu, Ya Allah.”
Ketika kota dikalahkan dan seluruh penduduknya dijadikan tawanan, bahkan para pelayan wanita gadis itu pun ditangkap. Tetapi gadis itu dibiarkan saja. Karena seluruh kecantikannya, tak seorang lelaki pun tahan untuk menatapnya. Dari sini, ketahuilah bahwa siapa pun yang memasrahkan diri kepada Allah akan tetap aman dari marabahaya dan selamat. Tak satu pun permohonan manusia di hadapan Allah itu diabaikan. Oleh karena itu, mohonlah kepada Allah, dan tuntutlah apa yang kamu butuhkan dari Allah, karena permohonanmu tidak akan sia-sia.
“Panggilah Aku dan Aku akan menjawabmu.”
Seorang darwis mengajarkan kepada anak laki-lakinya bahwa apa pun yang dia butuhkan, “Mintalah kepada Allah.” Bertahun-tahun berlalu. Suatu hari, ketika anak itu sendirian di dalam rumah, dia menjadi lapar. Seperti biasanya dia berkata, “Aku lapar, aku ingin makan.” Tiba-tiba semangkuk bubur muncul, dan anak itu memakannya sampai kenyang. Ketika ayah dan ibunya pulang, mereka berkata, “Tidakkah kamu lapar?” Sang anak menjawab, `Aku hanya meminta makanan dan melahapnya.” Ayahnya berkata, “Terpujilah Allah, keimanan dan kepasrahanmu kepada Allah telah tumbuh kuat.”
Ketika Maryam dilahirkan, ibunya bersumpah akan mempersembahkan Maryam kepada Rumah Allah dan tidak menyokongnya. Dia meninggalkan Maryam di sebuah Kuil. Zakaria kemudian merawat anak itu, tetapi semua orang menginginkannya juga. Pada zaman itu, jika ada kelompok yang bertentangan, maka sebuah tongkat harus dilemparkan ke dalam air-orang yang tongkatnya mengambang paling lama dialah yang berhak. Demikian terjadilah pada tongkat Zakaria yang mengambang paling lama. Mereka semua setuju bahwa dia memiliki hak untuk merawat Maryam. - Jadi, setiap hari Zakaria membawa makanan kepada anak itu, tetapi : dia selalu menemukan pasangan makanan yang sama di samping `anak itu. Dia berkata, “Maryam, aku bertanggung jawab kepadamu. Dari mana asal makanan ini?” Maryam menjawab, “Kapan saja aku membutuhkan makanan, aku memohon kepada Allah dan Dia mengirimkannya kepadaku. Karunia dan kasih sayangnya tanpa batas. Siapa pun pasrah kepada-Nya, kepercayaannya tidak akan sia-sia.”
Sekarang, setelah Zakaria menyadarinya dia berdoa, “Ya Allah, karena Engkau memenuhi kebutuhan anak ini, tolong kabulkan keinginanku. Berilah aku anak laki-laki yang kelak akan menjadi kawan-Mu, yang, tanpa enggan, akan berjalan bersama-Mu dan khusyuk dalam kepatuhan kepada-Mu.” Allah menghidupkan Ismail, meskipun ayahnya tua dan lemah, sedangkan ibunya sangat tua dan belum pernah melahirkan seorang anak pun ketika masih muda. Tetapi, dia hamil dan melahirkan anak itu.
Tidakkah kamu lihat bahwa semua ini tidak lain adalah bukti atas kemahakuasaan Allah? Segala sesuatu berasal dari-Nya, dan kehendak-Nya pasti akan terlaksana. Orang beriman tahu bahwa di balik dinding ada Dzat Yang mengenal setiap keadaan dalam kehidupan kita, satu demi satu, dan yang melihat kita meskipun kita tidak melihat-Nya. Tetapi mereka yang berkata, “Tidak, ini hanyalah sebuah kisah,” mereka tidak dapat mempercayainya. Saatnya akan tiba ketika mereka akan menyadari kesalahan mereka.
Misalnya, kamu sedang bermain petak umpet. Sekalipun kamu tidak melihat siapa pun, jika kamu tahu orang-orang berada di balik dinding sambil mendengarkan, kamu akan terus bermain, karena kamu adalah seorang pemain petak umpet. Pada akhirnya, tujuan shalat bukanlah berdiri, ruku’ dan sujud sepanjang hari, karena saat-saat kesatuan spiritual yang kamu miliki dalam shalat hendaknya selalu bersamamu. Baik ketika tidur atau terjaga, menulis atau membaca, kamu hendaknya tidak jauh dari mengingat Allah.
Berbicara dan membisu, tidur dan terjaga, marah dan mema`afkan semua sifat ini hendaknya seperti bergulirnya kincir air. Tentu saja kincir berputar karena air, dan la tahu ini, karena ia telah mencoba untuk bergerak tanpa air. Kincir mana pun yang percaya bahwa la adalah sumber perputarannya sendiri adalah sifat kebodohan dan kejumudan.
Sekarang perputaran ini terjadi di dalam sebuah ruang yang sempit, karena itulah sifat dunia materi ini. Oleh karena itu, berkatalah kepada Allah, “Ya Allah, anugerahkan kepadaku perputaran lain yang bersifat spiritual, karena semua kebutuhanku telah Engkau penuhi.” Oleh karena itu, bawalah kebutuhan-kebutuhanmu kepada-Nya segera, dan jangan pernah sekalipun melupakan-Nya, karena mengingat-Nya adalah kekuatan, bulu dan sayap bagi seekor burung jiwa.
Melalui pengingatan kepada Allah, sedikit demi sedikit hati ruhaniah menjadi teriluminasi dan terlepas dari dunia materi. Sebagaimana seekor burung yang mencoba untuk terbang ke langit, meskipun la tidak pernah berhasil mencapai tujuan itu, tetapi setiap saat la terbang menjauh dari bumi dan memanggil burungburung yang lain. Atau misalnya, bebauan menyergap dari dalam sebuah kaleng, tetapi mulut kaleng itu terlalu kecil, dan ketika kamu mencapai di dalamnya kamu tidak bisa membuang bebauan itu. Sebaliknya, tanganmu wangi dan hidungmu penuh dengan aroma itu.
Jadi dengan mengingat Allah-lah: meskipun di saat ini kamu tidak mencapai Esensi Allah, tetapi kamu meninggalkan jejaknya padamu, dan kamu mendapatkan keuntungankeuntungan besar yang dimunculkan dari jejak itu.
Sumber:
http://sufinews.com
Post a Comment Disqus Facebook