Perkembangan Sufi Nusantara dan Mengenali Ahli Sufi
Pendahuluan
Masyarakat Nusantara yang mudah dihasut dengan daayah tentang siapa itu para sufi dan para waliyullah sehingga banyak ajaran yang menyatakan sesat dan mengatakan hal buruk terhadap aliran tasawuf atau tarekat yang muktabar di bumi Nusantara. Ini karena rata-rata sedikit pakar yang mengkaji baik di universitas maupun di institusi agama di Negara ini. Dari sedikit itupun mereka tidak mengkaji untuk memberikan pandangan dan fatwa oleh pihak yang berwenang melainkan kepada orang lain yang “menyamar” menjadi pakar tersebut. Oleh karena itu, orang awam yang membaca laporan dan berita negatif tentang orang Sufi mudah percaya dengan laporan tersebut sehingga mereka memandang menyimpang orang Sufi dan orang yang bertarekat. Akhirnya, intipati dan mahkota ajaran Islam yang terpendam dalam ajaran tasawuf atau Sufisme itu terus terpendam, tidak dihargai dan yang parah lagi tidak dapat direalisisakan dalam bentuk amal dan perbuatan masyarakat Nusantara yang semakin rapuh dan ternoda dengan pelbagai gejala sosial aliran Barat.
Ahli Sufi dan Ciri-Cirinya
Secara umum mereka inilah pencari Tuhan dan berharap untuk bertemu denganNya dalam perjalanan menuju Liqa’ullah. Keikhlasan dan kesungguhan mereka untuk mengenali diri mereka sendiri dan kemudian mengenali Allah menjadikan mereka dipanggil sebagai para Salik (pemula jalan al-Haqq). Minat dan dorongan mereka dalam banyak hal tidak didorong oleh siapa pun–mereka hanya mencari kebenaran dan keikhlasan dalam setiap hal. Mereka akan mengalami banyak hal dan keadaan yang pelik yang ditunjukkan oleh Allah s.w.t sebagai bukti (bayyinah) bahwa mereka sedang dalam perjalanan yang diridhai. Bukti-bukti utama antaranya ialah mereka bermimpi dengan para-para Nabi a.s dan kemudian para wali qutub. Sampai satu peringkat mereka akan bertemu dengan para waliyullah yang masih hidup dan mereka akan mulai diajar oleh mereka. Jika usaha dan niat mereka tidak benar pada peringkat ini mereka tidak dipertemukan dengan waliyullah sebaliknya dipertemukan dengan para wali syaitan. Pada peringkat ini jika mereka menerima dan mengamalkan ajaran para wali syaitan ini mereka berakhir dengan menjadi paranormal atau dukun. Atsar banyak menyatakan bahwa lebih mudah mengenali Allah s.w.t daripada mengenali waliyullah. Ini benar karena mereka manusia biasa yang tidak menunjukkan sembarang keanehan pada orang lain (dari segi fisik dan penampilan luar). Jadi, seorang salik yang tulen akan ditunjuki kebenaran persangkaan dan pandangannya melalui pengesahan oleh Rasulullah s.a.w (biasanya melalui mimpi) atau peristiwa lain yang membuktikan kewalian seseorang itu (contohnya bertemu dengan waliyullah itu di dalam Ka'bah atau melihat waliyullah itu memegang matahari dan bulan dan sebagainya dalam mimpi). Ini karena Rasulullah s.a.w, para anbiya’ a.s, Ka'bah, bulan dan matahari tidak dapat diserupai oleh syaitan dalam mimpi.
Orang Sufi akan menjalani pelajaran secara ladunni dengan para Nabi a.s (termasuk Nabi Khidr a.s yang masih hidup) dan juga para wali qutub (contohnya Syekh Abdul Qadir Al Jilani, Syekh Ibnu Arabi, Syekh Abi Madyan dll). Biasanya semua ilmu itu akan disahkan dan diurai dengan lebih terperinci oleh seorang guru mursyid yang masih hidup (bertaraf waliyullah). Proses pentarbiyahan ahli Sufi ini termasuk bai’ah, amalan dan aurad berkelanjutan (contohnya dzikir nafas dan dzikir huruf) dan banyak lagi amalan yang mendekatkan diri dengan Allah s.w.t setiap waktu. Karena salik ini juga perlu bekerja dan berkeluarga, guru mursyid akan mengajarnya bagaimana membawa dzikir nafas sambil kita bercakap-cakap dengan orang atau sambil melakukan pekerjaan harian. Laku yang paling penting ialah cara melaksanakan shalat secara fana’ dan baqa’ billah. Cara membawa dzikir dan ilmu yang diterapkan ujung jatuhnya dzikir tersebut (bukan saja makna dzahir dzikir itu) juga amat penting, agar tidak jatuh ke dalam syirik khafi. Penekanan terhadap shalat malam, shalat-shalat sunnat tatawu’ dan lain-lain juga ditekankan. Guru mursyid akan membimbing mereka cara membaca dan memahami makna-makna, tafsir dan takwil al Quran termasuk rahasia-rahasia huruf muqotaat, ayat-ayat mutasyabihat dan lain-lain sehingga jelas dan terbukti Al-Quran itu adalah mukjizat sepanjang zaman (contohnya, apabila membaca surah al-Fatihah dalam shalat mereka mendengar Allah s.w.t menjawab bacaan mereka, atau melihat huruf-huruf yang dibaca itu bangun dan memberi pelajaran kepada mereka dan sebagainya).
Biasanya cara belajar orang Sufi ini sangat berbeda dengan orang awam sebab mereka ini dianggap orang Khawas. Mungkin satu masa dahulu murid guru mursyid ini banyak, tetapi kemudian Allah s.w.t melakukan ujian tertentu sehingga hanya yang terpilih saja yang dapat meneruskan pencarian ilmu yang hak dengan guru mursyid tersebut. Dalam melaksanakan rukun iman ajaran mereka amat halus dan diluar dari kebiasaan contohnya, mereka bukan saja percaya kepada para malaikat dan para nabi a.s tetapi langsung berjumpa dengan mereka (dalam banyak hal secara yakazah, bukan saja dalam mimpi). Mereka akan belajar ilmu-ilmu rahasia tentang ketuhanan dan rahasia kejadian semua makhluk, contohnya ilmu tentang Nur Muhammad dan martabat tujuh. Sebagai pembuktian, mereka sendiri akan melihat Kitabul Mubin diturunkan ke hadapan mereka atau menyaksikan burung Nur Muhammad (dalam catatan Ibn Arabi burung ini dipanggil Anqa’ Mughrib). Pada satu peringkat tertentu mereka akan dibenarkan mengembara ke alam-alam malakut, alam jabarut dan alam lahut dan dapat menyaksikan Arsy, Kursy, Sidratul Muntaha dan sebagainya. Banyak dari “kemudahan” ini terjadi dalam bulan Ramadhan. Allah s.w.t akan menghadiahkan nama rahasia, istigfar dan Shalawat khas setelah Allah ridha dengan mereka dan diakui sendiri oleh baginda Rasulullah s.a.w sebagai umatnya yang setia.
Dari segi Otoritas / izin para salik itu, mereka akan menjalani pelbagai ujian dari guru mursyid mereka melalui laku khalwat, talqin, qiyamul lail, ujian bertulis dan pelbagai laku yang difikirkan sesuai oleh guru mereka. Kadang-kadang mereka diminta untuk membantu orang di dalam kubur atau membantu orang yang diganggu makhluk halus atau memindahkan perkampungan jin dan sebagainya. Walaupun mereka biasa dibolehkan mengobati secara Islami, mereka tidak pernah menjadikan ini aktivitas utama dan mereka akan mengelak dari banyak menghabiskan waktu dengan kerja seperti ini karena takut menjadi terkenal atau lalai dari melakukan amal lain yang diperintahkan.
Ciri lain ahli Sufi ialah mereka mementingkan hal-hal akhirat lebih dari hal duniawi. Jika diberi pilihan mereka akan memilih hal ukhrawi, keilmuwan dan peringatan atau nasihat daripada perkara lain. Kesehatan dan memperbaiki ruh lebih diutamakan daripada kesehatan jasad dan penampilan luar. Mereka rajin dan tekun melakukan kerja harian bukan sebab mengejar dunia tetapi sebab ingin mendapat ridha Allah s.w.t dalam mendapatkan rezeki yang halal. Mereka tidak mengeluh sebab mereka tahu itu syirik khafi. Mereka tahu membersihkan jiwa mereka melalui dzikir pembersihan semua lathaif selain dari selalu melakukan muhasabah diri. Setiap tiba waktu shalat merupakan waktu yang membahagiakan karena terdorong oleh cinta, kasih dan rindu yang dalam kepada Maha Pencipta dan Kekasih Hati. Mereka berinteraksi dengan manusia bukan dengan penumpuan jasadi malah secara ruhi yaitu mereka bisa berbicara dengan ruh-ruh (baik manusia yang hidup maupun yang mati). Nasihat mereka akan membuat manusia menangis secara meraung dan menyesali diri. Mereka berbicara dengan hikmah. Orang yang kasyaf akan dapat melihat apa yang tertulis pada lidah-lidah dan badan ahli Sufi ini, melainkan jika ahli Sufi itu menutupi rahasia dirinya dengan kalimah tertentu. Pada pandangan luar mereka kelihatan sama dengan orang lain, tetapi kerohanian mereka senantiasa dengan Al Haqq.
Orang Sufi dan Orang Awam
Orang awam yang diantara mereka terdapat orang Sufi sangat beruntung. Mungkin yang membaca doa dan menjadi naqib dalam suatu majlis tahlil di rumah atau di surau orang biasa dan doanya tidak terangkat, tetapi disebabkan oleh kehadiran Sufi tadi (kemungkinan besar tanpa disadari orang banyak) doa mereka semua terangkat–ini karena cara orang Sufi menempatkan permohonan dan cara mengaminkan doa itu seperti yang dikehendaki Allah s.w.t (biasanya dia dapat lulus ujian doa dari gurunya yang mursyid – kriteria lulus ini agak ketat seperti tiang Arsy mesti bergetar, 4 malaikat utama mesti turun, 6 perkara mesti dibawa dalam doa dan banyak lagi). Orang Sufi kalau ke mana pun berjalan dia akan berjumpa para Sufi dan waliyullah yang lain sebab mereka saling mengenal (ruh mengenal ruh). Oleh sebab itu seorang Sufi tak sepi dari urusan “belajar dan mengajar” di mana pun mereka berada. Walaupun mereka tak dikenali dan biasanya tidak menonjol dalam masyarakat. Masyarakat biasanya tak sadar akan kehadiran mereka sebab mereka sibuk dengan urusan diri mereka sendiri. Jika mereka menziarahi kubur, mereka mengucapkan “assalamuala ahli Lailahaillallah min ahli Lailahaillallah”. Mereka dapat memasukkan “cahaya” kepada si-mayat dengan bacaan Fatihah mereka karena mereka mengetahui kedudukan Fatihah dalam jasad si-mayat. Tahlil mereka begitu sempurna sehingga berkat bacaan mereka itu si-mayat terlepas dari persoalan dan siksa kubur.
Para Sufi sebetulnya adalah pemula atau salik dalam jalan kewalian. Itu sebabnya tarekat mereka kadang-kadang tak bernama tetapi jika diberi nama lebih tepat dinamakan tarekat kenabian. Ini karena mereka dipimpin oleh para nabi (salah satu dari yang 25 atau kadang-kadang lebih dari satu). Ini adalah perjalanan para nabi a.s seperti yang diuraikan oleh Syekh Ibn Arabi dalam kitab Fusus al Hikam. Biasanya mereka juga bertemu dan belajar dengan Nabi Khidr a.s (dan mungkin juga Nabi Ilyas a.s). Selain dari para nabi a.s mereka juga akan belajar dari salah seorang atau keempat sahabat Rasulullah s.a.w yang utama dan (atau) dengan empat malaikat yang utama.
Disebabkan mereka ada nama rahasia yang diberikan oleh Allah s.w.t, mereka dikenali di langit dengan nama itu – dan jika mereka gunakan nama itu ketika berhadapan dengan para makhluk yang jahat, makhluk jahat dan halus itu akan tunduk. Mereka senantiasa duduk dalam cinta, kasih dan rindu kepada Allah s.w.t dan doa mereka adalah “Wahai Allah, jadikanlah kami hamba-hamba kebaikan bukan hamba-hamba ujian”. Karena ini mereka tidak diuji seperti manusia lain – sebaliknya mereka diberi tugas, kebanyakan tugas berat. Jika mereka melalui kuburan, mungkin mereka akan terpanggil untuk mendoakan para mayat yang tersiksa. Bila mereka memberi salam kepada ahli kubur dengan salam “Assalamuala ahli Lailahaillalahu min ahli Lailahaillallah” maka para ahli kubur akan bangun menjawab mereka, sebaliknya yang tidak dapat berbuat demikian pastinya adalah kumpulan yang sedang disiksa oleh malaikat Mungkar dan Nankir.
Jika ahli Sufi ini dipanggil untuk bertahlil, dia dapat menghadirkan si-orang yang ditahlilkan itu dan mengetahui keadaannnya. Begitu juga, beruntunglah orang yang mengajak ahli Sufi ini untuk hadir dalam majlis pernikahan sebab ahli Sufi ini akan menghadirkan Jibril (dan 3 malaikat lain) untuk menjadi saksi – dia akan dapat mengesahkan nikah itu sah atau tidak dari perkara yang ditajallikan oleh Allah s.w.t contohnya seperti melihat pena melingkar bulatan dengan ditutup dengan titik tengah atau dokumen dimasukkan dalam peti berkunci (bisa dengar bunyi kunci tersebut) dan sebagainya.
Jalan Menuju Makrifatullah
Jalan menuju makrifatullah penuh liku dan perangkap samar, takkan bisa seorang salik tanpa bimbingan gurunya yang mursyid dan tanpa hidayah dan inayah Allah s.w.t. Bagi orang Sufi, mereka dicintai oleh Allah dan dikehendaki oleh Allah baru mereka mencintai dan menghendaki Allah. Mereka beriltizam sesungguhnya untuk menemui Allah s.w.t semenjak kecil lagi dan Allah s.w.t akan membuka jalan untuk mereka dalam waktu tertentu seperti pada umur 20an, 30an atau 40an. Bagi yang diridhai Allah s.w.t mereka melalui jalan singkat dan tidak berliku – ini karena perhatian mereka yang tuntas terhadap perbuatan (af’al) Allah, lalu mereka ridha dan mempunyai adab terhadap Allah, lalu Allah s.w.t mengangkat mereka. Contohnya sebagai permulaan, Allah s.w.t menjadikan mereka tempat berkumpul barang-barang peninggalan para waliyullah, kemudian juga bermacm barang-barang dari seluruh dunia dan kemudian barang-barang peninggalan sahabat r.a dan Rasulullah s.a.w. Tetapi, salik ini tidak bangga malah dia terus bersyukur sebab dia tahu ini adalah hadiah (tanda) dari Kekasihnya.
Kesimpulan
Menjadi satu paradoks modern bahwa di Barat semakin banyak Islamologis yang mengkaji tentang Sufi dan Kesufian (Sufisme) sedangkan di Timur dan di kalangan sarjana Muslim sendiri bukan saja Sufi itu dicemooh malah terdapat banyak usaha untuk menjatuhkan image Sufisme (mahkota dan intipati Islam) itu sendiri, sedangkan Islam yang disebarkan ke Nusantara, India dan ke Timur umumnya semuanya disebarkan oleh para ahli Sufi dan penyebar tarekat. Fenomena “kacang lupa akan kulitnya” ini memang diatur dan dirancang oleh pihak tertentu agar kebangkitan Ummah tidak terjadi, agar Islam termaktub dalam lingkungan masjid dan ia tidak sampai ke sistem pendidikan, perbankan atau sistem-sistem lain. Pada hari ini, Negara yang mendukung Sufi seperti Chechnya akan dapat bertahan dari serangan dan penaklukan kuasa asing sedangkan dimana ia diremehkan dan ditinggalkan, negara itu akan menderita dan punah disebabkan oleh kuasa asing seperti Iraq dan Palestina.
Referensi:
Disadur dari Jalan Akhirat, Mengenali Ahli Sufi
Post a Comment Disqus Facebook