Salinan-salinan yang buram keluar dari Surga,
Lukisan-lukisan duniawi yang pucat dicipta ’tuk binasa,
Duka apa ini meski keindahanmu jadi hancur
Namun yang memberi tetap selamanya bertahan?
Oh, jangan sakiti hatimu dengan derita yang sia-sia:
Seluruh percakapan yang tinggi memikat telinga yang terpukau,
Segala pemandangan tersepuh emas, semua tindakan berani cemerlang
Akan hilang – musnah, meski tak seperti yang kita takutkan.
Selama mata air kehidupan terus tercurah,
Tiap aliran yang kecil meng-alir penuh ke induknya.
Karena baik aliran maupun sumber dapat selamanya mengalir,
Alangkah bodohnya ketakutanmu, betapa keluh kesahmu sia-sia!
Apakah sumber ini, inginkan engkau mengetahui benar-benar?
Jiwa yang menyebabkan segala sesuatu diciptakan.
Pasti sungai-sungai takkan berhenti mengalir
Sampai terbungkam sumber-sumber keabadian.
Selamat berpisah, dan dengan pikiran tenang
Minumlah lagi dan lagi: biarlah yang lainnya suka menganggap
Mungkin dapat menemukan saluran yang kering,
Atau mengukur aliran yang tak dapat diukur.
Dunia yang hina ini diberikan kepadamu untuk sementara.
Tersedia sebuah tangga yang dengannya engkau dapat bercita-cita;
Dan langkah pertamamu, berjuang untuk terus mendaki,
Dari mineral ke tumbuhan; lalu ke tingkat yang lebih tinggi
Ke kehidupan hewan; lantas, Manusia
Berpengetahuan, berakal, dan beriman. O sungguh tujuan yang sangat mengagumkan!
Tubuh ini, dari remah-remah debulah ia mulai berasal
Betapa indahnya terbentuk segala kesempurnaan!
Namun perjalananmu belum berhenti sampai di sini: engkau akan menjadi
Malaikat yang bijak dan tempat tinggalmu di Surga.
Teruslah berusaha, akhirnya terjunlah ke dalam Samudera yang luas, sehingga
Tetesmu yang sedikit membuat lautan-lautan meluap tujuh kali tujuh lipat.
”Putera Tuhan!” Tidak, tinggalkanlah kata yang tak dapat disebutkan itu;
Katakanlah, ”Tuhan adalah Yang Maha Esa, Yang Maha Suci, Kebenaran yang satu.”
Apakah meski bingkai dirimu akan menjadi layu, tua, dan mati,
Jika jiwa tetap segar muda dan abadi?
Divan-i Syamsi Tabriz, SP, XII, Jalaluddin Rumi
Lukisan-lukisan duniawi yang pucat dicipta ’tuk binasa,
Duka apa ini meski keindahanmu jadi hancur
Namun yang memberi tetap selamanya bertahan?
Oh, jangan sakiti hatimu dengan derita yang sia-sia:
Seluruh percakapan yang tinggi memikat telinga yang terpukau,
Segala pemandangan tersepuh emas, semua tindakan berani cemerlang
Akan hilang – musnah, meski tak seperti yang kita takutkan.
Selama mata air kehidupan terus tercurah,
Tiap aliran yang kecil meng-alir penuh ke induknya.
Karena baik aliran maupun sumber dapat selamanya mengalir,
Alangkah bodohnya ketakutanmu, betapa keluh kesahmu sia-sia!
Apakah sumber ini, inginkan engkau mengetahui benar-benar?
Jiwa yang menyebabkan segala sesuatu diciptakan.
Pasti sungai-sungai takkan berhenti mengalir
Sampai terbungkam sumber-sumber keabadian.
Selamat berpisah, dan dengan pikiran tenang
Minumlah lagi dan lagi: biarlah yang lainnya suka menganggap
Mungkin dapat menemukan saluran yang kering,
Atau mengukur aliran yang tak dapat diukur.
Dunia yang hina ini diberikan kepadamu untuk sementara.
Tersedia sebuah tangga yang dengannya engkau dapat bercita-cita;
Dan langkah pertamamu, berjuang untuk terus mendaki,
Dari mineral ke tumbuhan; lalu ke tingkat yang lebih tinggi
Ke kehidupan hewan; lantas, Manusia
Berpengetahuan, berakal, dan beriman. O sungguh tujuan yang sangat mengagumkan!
Tubuh ini, dari remah-remah debulah ia mulai berasal
Betapa indahnya terbentuk segala kesempurnaan!
Namun perjalananmu belum berhenti sampai di sini: engkau akan menjadi
Malaikat yang bijak dan tempat tinggalmu di Surga.
Teruslah berusaha, akhirnya terjunlah ke dalam Samudera yang luas, sehingga
Tetesmu yang sedikit membuat lautan-lautan meluap tujuh kali tujuh lipat.
”Putera Tuhan!” Tidak, tinggalkanlah kata yang tak dapat disebutkan itu;
Katakanlah, ”Tuhan adalah Yang Maha Esa, Yang Maha Suci, Kebenaran yang satu.”
Apakah meski bingkai dirimu akan menjadi layu, tua, dan mati,
Jika jiwa tetap segar muda dan abadi?
Divan-i Syamsi Tabriz, SP, XII, Jalaluddin Rumi
Post a Comment Disqus Facebook