Demikian lah keadaan sang pencari yang mendambakan Hadirat Rabb-nya. Ketika Rabb tampil, sang hamba sirna.
Walaupun penyatuaan dengan Rabb itu keabadiaan di atas keabadian, tapi pertama-tama itu berarti matinya sang hamba dari dirinya sendiri.
Bayangan yang mencari Cahaya lenyap, ketika Cahaya-Nya tampil.
Bagaimana akal akan bertahan ketika Dia memerintahkannya pergi?
Semuanya sirna kecuali wajah-Nya.[1]
Dihadapan wajah-Nya, musnah semua wujud dan ketiadaan: sungguh mencengangkan wujud di dalam ketiadaan.
Pada hadirat ini, semua akal lenyap: ketika pena mencapai titik ini, patahlah ia.
Catatan:
[1] Lihat QS al-Qashash [28]: 88.
Sumber:
Jalaluddin Rumi, Matsnavi III: 4658-4663
Dari terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Camille dan Kabir Helminski; berdasarkan terjemahan dari Bahasa Persia oleh Yahya Monastra.


Post a Comment Disqus Facebook