Pendahuluan
KH. Abdurrahman Wahid yang akrab di sapa Gus Dur pernah menyatakan bahwa ‘Sufi adalah seniman’. Begitu banyak karya sastra yang lahir melalui para sufi dan menjadi inspirasi hingga saat ini.
Sastra adalah segala sesuatu yang oleh masyarakat dinilai, karena memiliki unsur-unsur dan makna yang banyak, berkenaan dengan keindahan. Sehingga makna sastra dapat hadir sebagai intepretasi setiap individu yang ingin memaknainya.
Dewasa ini, sastra sudah sangat berkembang. Kehidupan sastra memiliki maksud yang tersirat dari orang yang mencintai sastra. Adapun bagian-bagian sastra adalah rangkaian seni yaitu kumpulan-kumpulan puisi dan prosa. Prosa terdiri dari hikayat, dongeng, sejarah, dan kisah.
Sastra hampir menempati berbagai ruang bidang kehidupan manusia. Menjelma sebagai bagian-bagian sastra yang memiliki koridor-koridor dengan ragam hias yang berbeda. Antara lain, sastra kebudayaan, sastra Islam, dan sastra sufi. Untuk mengulas satu fragmen yang mungkin penting dalam perkembangan sastra dunia, atau dapat pula disebut sebagai sebuah pembacaan dan penelaahan terhadap sastra Islam karena tulisan ini hendak membahas tentang sastra sufi. Satu pembahasan yang tidak dapat lepas dari Islam tentunya, makanya pembahasan ini lebih tepatnya dapat disebut sebagai pembahasan kesusastraan Islam dari pada kesusastraan dunia. Dengan penulisan semoga kita mengenal lebih tentang kehidupan sufi serta sastranya yang berlandaskan cinta Ilahi.
Mengenal Sastra Sufi
1. Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran kerohanian dalam Islam. Yakni bentuk spiritualiatas untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Tasawuf menggunakan metode intuitif disamping metode filosofis. Karena metode intuitif adalah metode dalam upaya pengenalan tentang diri. Sehingga dapat membawa seseorang tentang penglihatan hati untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.metode intuitif ini tidak memiliki perantara, tetapi langsung hati dalam mengenal diri dan Tuhannya.
Tasawuf merupakan jalaan penyucian diri. Yang berawal dari pengendalian diri dari nafsu-nafsu rendah. (nafsu amarah dan nafsu lawammah). Yang bertujuan pada penyucian hati dan pikiran dari segala sesuatu yang mengakibatkan kelupaan terhadap sang pencipta. Dengan zuhud dan tawakkal. Pikiran dan hati sepenuhnya hanya untuk Tuhan. Jika seseorang sudah mampu untuk menjalankannya, maka penglihatan hatinya akan murni dan suci terhadap segala sesuatu. Dan artinya seseorang itu telah mendapatkan pencerahan.
Dalam asal kata tasawuf, memiliki perbedaan. Ada yang mengatakaan bahwa tasawuf atau sufi berasal dari kata safi, tetapi ada juga yang mengatakan, kata tasawuf atau sufi berasal dari kata suf, keduanya bisa saja dikaitkan. Kata safi diambil dari bahasa Arab yang memiliki arti Suci dan bersih. Sedangkan suf, diambil dari bahasa Arab juga yang memiliki arti kain wol.
Makna pertama yaitu safi, mendiskripsikan bahwa seseorang yang telah sufi itu adalah suci dan bersih hatinya. Dan suf, arti ini diambil dari kebiasaan orang-orang sufi yang menggunakan jubah yang terbuat dari kain wol. Yang mana jubah tersebut sebagai lambang kebersahajaan kehidupan orang-orang sufi. Serta keikhlasan dan pengorbanan kebersahajaan.
Pada awalnya, tasawuf hanya kelompok social atau kelompok orang yang ingin mendekatkan diri kepada Tuhan secara sempurna. Yang meninggalkan kehidupan mewah duniawi yang disebut dengan zuhud, serta meninggalkan segala sesuatu yang dapat melupakan dan melalaikan kita terhadap Tuhan. Akan tetapi dalam perkembangan tasawuf, tidak jarang orang yang ingin memahaminya.
Dalam proses menyucikan diri, sufi harus memperbaiki akidahnya, ketaatannya melaksanakan ibadah wajib dan sunnah. Termasuk zikir, wirid, puasa, memperbanyak muamalah dan amal jariyah untuk menuju kesempurnaan akhlak.
Ajaran fundamental tasawwuf adalah tentang ketauhidan, untuk mendalami tentang ketauhidan tersebut, para sufi harus melewati perjalanan-perjalanan spiritualnya. Adanya beberapa jumlah tangga atau maqamat yang harus ditempuh seorang sufi untuk sampai kepada Tuhan.
Ada beberapa perbedaan tentang jumlah maqamat. Menurut Muhammad al-Kalabazy dalam kitabnya al-Ta’arruf fi mazhab ahli al-Tasawwuf. Jumlah maqamat itu sebanyak sepuluh maqamat. Yaitu al-Taubah, al-Zuhud, al-Shabr, al-Faqr, al-Tawaddhu’, al-Taqwa, al-Tawakkal, al-Ridha, al-Mahabbah, dan al-Ma’rifat.
Sedangakan menurut al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al-Din. Mengatakan bahwa maqamat itu ada delapan. Yaitu al-Taubah, al-Shabr, al-Zuhud, al-Tawakkal, al-Mahabbah, al-Ma’rifah dan al-Ridha.
Dengan demikian, jika seseorang sudah pada level maqat tertinggi. Beliau tidak dapat di ragukan lagi mengenai keilmuan dan moralnya. Dan dia adalah orang yang sudah mencapai kesempurnaan.
Seseorang yang sempurna, harus menemani orang baru dalam menjalani spiritual sufisme. Menurut para ahli irfan, hal ini disebutkan dalam rangkaian kata yang mereka sebut Tayr al-Quds (Burung Suci)
Temanilah kegiatanku dijalan ini
Wahai Tayr al-Quds
Jalan kearah tujuan itu cukup jauh
Dan baru kali ini perjalananku
Jangan tinggalkan pada tingkatan ini
Tanpa ditemani khidir
Ada kegelapan didepan sana
Aku takut akan tersesat jalan
Ajaran sufi bersumber pada al-Qur’an dan sunnah Rasul, dalam kehidupan tasawwuf berpusat dalam kehidupan bathiniah. Di dalam al-Qur’an dijelaskn bahwa, manusia dan Tuhan bisa saling mencintai. Seperti yang ada disurat al-Maidah 5:54 “perintah agar manusia senantiasa bertaubah, membersihkan diri dan memohon ampunan kepada Allah.
Disamping ajaran-ajaran tentang kezuhudan dan ketawakkalan terhadap Allah. Tasawwuf juga mengajarkan tentang bahasa cinta. Yakni cinta terhadap Ilahi. Dari sinilah, sejak awal sufi melibatkan diri dalam kegiatan sastra.
2. Sastra Sufi
Sastra sufi identik dengan perenungan diri terhadap sang Ilahi, yang dibahasakan dengan bahas cinta. Dan serangkaian kata-kata yang memiliki makna intrinsik, bait-bait syair yang memiliki unsur-unsur bathiniyah yang mendalam terhadap kekasihnya. Yaitu sang Ilahi.
Cinta ini memiliki makna yang luas. Yang ditujukan hanya kepada kekasih Ilahi. Yakni cinta untuk Ilahi dengan memeluk dan mematuhi Tuhan. Membenci sikap yang melawan terhadap Tuhan. Berserah diri pada Tuhan dan menjauhi segala sesuatu kecendrungan yang dapat melalaikan kita terhadap kekasih Ilahi.
Sastra sufi kebanyakn berupa puisi. Yang biasanya mengibaratkan Burung sebagai symbol yang suci dan bebas. Para sufi juga mengambil kisah-kisah dalam al-Qur’an tentang sebuah hikayat-hikayat yang mengambarkan rasa cinta terhadap Tuhan. Menggambarkan kedamaian dan ketentraman jiwa melalui keyakinan yang daalam terhadap Tuhan.
Sastra sufi adalah bagian dari seni murni yang berkenaan dengan trasendental dan masalah-masalah ketuhanan. Sehingga bersumber pada realitas kehidupan yang tidak dapat dijelaskan melalui pemahaman logic rasional. Karena itu adalah pengalaman mistik yang tak dapat diserap oleh panca indra. Dan hanya dapat diserap oleh akal intuitif serta dapat dijelaskan lewat imaginasi kreatif.
Dengan penyampaian yang intuitif dan imajimasi kreatif berarti hanya dapat menggunakan simbol-simbol tertentu dan figurative puisi. Seorang sufi berusaha menjelasakan apa yang terkandung dalam pengalaman-pengalaman mistiknya.
Sastra sufi telah muncul pada abad ke 15 M. perkembangannya sangat tinggi dalam sejarah bangsa Persia. Adapun tokoh-tokoh sastra sufi Persia adalah Umar al-Khayyami, Jalaluddin Rumi, Fariruddin al-‘Attar, Imam Ghazali, Abu Said al-Khayr, Khwaja Abdullah Anshari.
Kemudian tokoh sufi perempuan yang mengembangkan bahasa cinta adalah Rabiah al-Adawiyyah. Dia adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah. Rasa cinta yang dimilikinya sangat besar. Setelah dia dibebaskan dari seorang hamba. Cinta Rabiah al-Adawiyah ini semuanya dicurahkan untuk Tuhan. Sehingga dalam kisahnya yang selalu menolak lamaran seorang lelaki. Ia membuat syair yang penuh dengan cinta terhadap Ilahi. Ia mengatakan:
“akad nikah adalah bagi pemilik kemaujudan,
sedangkan pada diriku hal itu tidak ada,
karena aku telah berhenti maujud dan telah lepas dari diri
aku maujud dalam Tuhan
dan aku sepenuhnya milik-Nya
aku hidup dalam naungan firmannya
akad nikah mesti diminta dari-Nya
bukan dariku”.
Ketulusan cinta sangat besar, dalam setiap syairnya, Rabiah al-Adawiyah selalu berbicara tentang Tuhan.
Aku mencintaimu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta karena diriku adalah keadaanku yang senantiasa mengingat-Mu
Cinta karena diri-Mu adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir hingga Engkau kulihat
Dalam syairnya yang lain ia mengungkapkan
Ku cintai Engkau lantaran ku cinta
Dan lantaran Engkau patut dicintai
Cintakulah yang membuatku rindu kepada-Mu
Demi cinta suci ini
Sibakkanlah tabir penutup tatapan sembahku
Janganlah Kau puji aku lantaran itu
Bagi-Mu lah segala puji dan puja
Sastra sufi hanyalah sastra yang berhubungan dengan mistik, yang berorientasi pada cinta seorang manusia terhadap Tuhan. Begitu banyak tokoh-tokoh sufi yang meluapkan pengalaman-pengalaman mistiknya melalui puisi. Mereka utarakan denagn bahasa yang indah dan memiliki makna yang dalam.
Puisi-puisi sufi berasal dari penghayatan seorang sufi terhadap cintanya terhadap sang Ilahi. Lewat perenungan-perenungan yang dalam tentang kehidupannya yang bersahaja. Puisi-puisinya memiliki pesan terhadap semua orang yang membacanya. Baik dari orang Muslim ataupun non Muslim. Seperti seorang sufi terkenal yang ajaran-ajaran diterima oleh semua orang termasuk juga non- Muslim.
Jalaluddin Rumi bukan hanya mengajarkan tentang cintanya kepada sang Ilahi, beliau menciptakan tarian sufi yang mendeskripsikan tentang penghayatan cintanya terhadap sang Illahi, yang mengharapkan tentang anugrah cahaya yang Tuhan pancarkan terhadap manusia.
Ia mengajarkan cinta tentang hakikat, kesejatian, keindahan cinta. Dalam syairnya tentang kesejatian cinta, Jalaluddin Rumi menuturkan sebagai berikut
Kau sudah sangat jauh
Berdiri di atas tanah ini
Dan mengelilingi dunia
Maka kini
Lakukanlah perjalanan
Didalam roh dan saksikan
Sejatinya manusia
Yang telah menjelma roh!
Saksikan para pemuja
Perintah Tuhan
Tenggelam dalam perintah-Nya
Dengan segala karunia
Keindahan kesaksiaan mereka
Pandangan sufi terhadap lubuk hati manusia yang terdalam yaitu sirr. Semua manusia dapat melakukan percakapan dengan dirinya dan Tuhan melalui perenungan hati yang tentram. Hati yang selalu teringat tentang Tuhan dan memiliki rasa cinta dan rindu terhadap-Nya. Sajak sufi menggambarkan pertahanan tema cinta kepada Tuhan dan kerinduan terhadap-Nya. Misalnya Ibn ‘Atha menggambarkan kegunaan zikir kepada Tuhan. Ibn Atha’ menulisnya yang bermaksud[1]
Zikir bermacam-macam, diliputi cinta
Dan rindu dendam, ia menerbitkan ingatan kepada-Nya
Karena kekuatan zikir, nafsu menjadi lemah
Dan daapat dikendalikan olehnya
Jiwa mendapat pengaruh mendalam, duka pergi
Sehingga nafsu yang baik dapat disebar
Sadar atau tidak, zikir dapat menggulung
Hawa nafsu dan dapat mencerai berangkainya
Serta menghapusnya, kemudian
Memulihkan kekuatan penglihatan kalbu dan fikiran
Sehingga meninggi menjelma mahkota di atas kepala
Zikir ialah jalan mengenal Dia
Melalui pandangan mata hati
Zikir menanam keyakinan dalam kalbu
Sehingga kita dapat menyaksikan kehadiran-Nya
Dan menyikap hijab yang menyikap hijab yang memisahkan kita dengan-Nya
Sajak percakapan sufi dengan tuhan, misalnya sajak Junaid Al Baghdadi
Kini ku tahu, Tuhan—siapa
Bersemayam dalam hatiku
Dalam rahasia, jauh dari pada dunia
Lidahku bercakap dengan-Nya yang kupuja
Melalui sebuah jalan
Kami mendekat rapat
Terpisah jauh dari pada-Nya
Berat siksa yang mendera jiwa
Walau Kau sembunyikan wajah-Mu
Jauh dari pandangan mataku
Dalam cinta kurasa kehadiran-Mu
Yang mesra dalam hatiku
Dalam bencana mengerikan
Tak ku sesali siksa yang mencabik jiwa
Hanya kau saja Tuhan yang kurindu
Bukan kurnia atau tangan pemurah-Mu
Apabila seluruh dunia Kau berikan padaku
Atau surga sebagai pahala
Aku berdoa supaya seluruh kekayaanku
Tak berharga disbanding melihat wajah-Mu
Dengan mengenal sastra sufi, kita dapat belajar tentang perenungan diri terhadap Tuhan yang akan memberi kita bagaimana seorang hamba Allah dalam mengagungkan Tuhannya dengan segenap jiwa dan raganya. Membaca syair-syair sufi juga dapat memberikan suatu motivasi dalam mengenal Tuhan lebih jauh yang mungkin tidak terjangkau oleh pikiran kita yang hanya sebagai hamba Allah yang awam.
Dan dengan mengenal ajaran-ajaran sufi, bahwa kehidupan diliputi oleh cinta. Cinta terhadap sang Pencipta cinta. Semoga kita dapat menghadirkan rasa cinta yang suci dan tulus terhadap Allah SWT.
Daftar Pustaka
Nata, Abuddin, Prof. DR. H. Akhlak tasawwuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada : 1996
Rumi, Jalaluddin, The Book of Love, Yogyakarta: pradipta, Oktober 2003
Hadi, Abdul, WM, makalah kuliah sastra islam “ Puisi-puisi sufi Arab”(5), ICAS Paramadina
Hadi, Abdul, WM. Makalah kuliah sastra islam (6) “Mantiq al-Tayr” Alegori sufi farididdin al-Attar, ICAS Paramadina
Google “sastra sufi”
________________________________________
[1] Makalah kuliah sastra Islam, Abdul Hadi Wm
http://segelaskopicinta.blogspot.com/2012/04/mengenal-sastra-sufi.html
Post a Comment Disqus Facebook