Bahkan seekor anjing yang penuh dengan kehinaan, melupakan ayahnya ketika dia belajar berburu untuk sultan. Ia tidak lagi menganut cara hidup dalam tumpukkan sampah dan tempat terpencil, serta menginginkan daging bangkai. Ketika bersama sultan, dia mengikuti kuda raja dalam perburuan dan permainan. (124)
Aku menasihati murid-muridku, apabila pemahaman maknawiah telah menampakkan wajah mereka di dalam dirimu, dan jika misteri-misteri telah tersingkap olehmu, maka berhati-hatilah! Awas, jangan engkau bicara tentang yang lain! Jangan pula menggambarkan mereka! Dan jangan kau beri tahukan pada siapapun tentang apa yang kukatakan padamu.
Sebagaimana Nabi telah bersabda, “Jangan kau sampaikan suatu kebijaksanaan kepada orang-orang yang bukan ahlinya, atau kau akan tergolong orang yang dzalim. Dan jangan kau cabut apapun dari orang yang memang ahlinya, sebab dengan itu engkau akan mendzalimi mereka.” (126)
Tidakkah engkau menyadari, jika engkau lapar dan tidak dapat menemukan makanan, mustahil engkau memakan uang seratus ribu dirham yang engkau miliki? (131)
Cepatlah menuju hakekat, yang bagaimanapun juga di dalamnya segala kebahagiaan ditemukan. (136)
Seorang raja mempercayakan putranya kepada sekelompok manusia terlatih. Si anak tetap bertahan hingga mereka mengajarinya seluruh ilmu astronomi, geometri, dan seluruh ilmu pengetahuan lain, meskipun si anak sungguh-sungguh bodoh dan bebal. Suatu hari raja mengambil dan menggenggam cincin dalam kepalan tangan untuk menguji anaknya. Raja berkata, “Ayo, katakan kepadaku benda apa yang aku genggam dalam kepalan tanganku!”
“Yang engkau genggam,” anak itu menjawab, “adalah benda bulat, kuning, dan memiliki lubang di tengahnya.”
“karena engkau mampu menjelaskannya dengan benar,” kata raja, “katakan padaku benda apa ini sebenarnya!”
“Itu tentu sebuah batu gerinda,” jawab sang anak.
“Kau telah memberikan ciri-cirinya demikian tepat dengan pikiran yang amat mengejutkan! Dengan seluruh pendidikan dan pengetahuan yang telah engkau peroleh, bagaimana mungkin keluar dari pikiranmu batu gerinda yang tidak dapat digenggam oleh sebelah tangan?”
Maka seperti itulah sekarang orang terpelajar pada zaman kita dengan ajaib memahami ilmu pengetahuan. Mereka telah sempurna belajar memahami seluruh hal asing yang bukan merupakan perhatian mereka. Yang benar-benar penting dan terdekat dari semua hal tersebut adalah dirinya sendiri. Tetapi betapa orang terpelajar tidak mengetahuinya. Mereka melulu menghabiskan waktunya pada penilaian kehalalan dan keharaman segala sesuatu dan berkata, “Ini dihalalkan dan ini tidak,” atau “Ini disahkan hukum dan ini tidak.”
Meski demikian, kebundaran, kekuningan, rancangan dan kebulatan dari cincin raja adalah kebetulan, karena apabila engkau melemparkannya ke dalam api tak satu pun hal itu tersisa. Dia menjadi inti sarinya, terbebas dari semua ciri-ciri itu. Seluruh ilmu pengetahuan, amal dan perkataan yang mereka letakkan di depan, semuanya tidak memiliki hubungan dengan intisari bendanya, yang akan tetap ada ketika seluruh sifat fisiknya sirna.
Seperti halnya seluruh sifat dari yang mereka katakan dan mereka uraikan. Pada akhirnya mereka akan membuat penilaian bahwa sang raja memegang batu gerinda pada kepalannya, karena mereka tidak mengetahui inti yang utama dari suatu benda. (139)
Akal senantiasa gelisah. Ia tak pernah lelah dari meditasi, berjuang terus-menerus untuk memahami Penciptanya meski Dia tak dapat dilihat dan dipahami. Bila akal ibarat seekor ngengat, maka Sang Kekasih adalah lilin. Jika ngengat melemparkan diri pada api lilin, ia akan terbakar dan sirna. Namun, walaupun senantiasa menderita, terbakar dan sakit berada di sekitar lilin, ngengat tidak dapat berbuat apa pun tanpa lilin. (142)
Ikan tidak ditarik oleh pemancing sekaligus. Ketika kail ditangkap oleh mulut ikan, pemancing menariknya perlahan-lahan hingga berdarah dan kehilangan kekuatan. Lantas keadaan tetap dibiarkan demikian sampai kekuatan ikan benar-benar lenyap.
Ketika kail cinta tertangkap manusia, Tuhan menariknya secara bertahap hingga seluruh kekuatan dan kelebihan energi yang ada dalam dirinya hilang sedikit demi sedikit. Tuhan menarik dan menaikkannya. (143)
Tuhan melampaui kategori persamaan dan antar-hubungan. Dia tidak memperanakkan, tidak pula diperanakkan. Tidak seorang pun akan diizinkan menemui-Nya, selain mereka yang menghambakan diri.
Tuhan tidak menginginkan apa pun, namun engkaulah yang membutuhkan-Nya. Memang tidak benar pendapat, seseorang yang telah mendapat jaminan menuju Tuhan, lebih dekat hubungannya dengan Tuhan. Juga tidak benar bila mereka bias berkenalan lebih baik dibanding dirimu karena jaminan itu. Mereka mendapat jalan masuk lebih mudah hanya karena penghambaan yang mereka lakukan. (144)
Post a Comment Disqus Facebook